RujukanDesa.com — Sejak beberapa waktu terakhir, Pemerintah Kabupaten Sleman tengah mempersiapkan regulasi mengenai penarikan retribusi di kawasan wisata Tebing Breksi, Prambanan. Langkah ini diambil seiring dengan partisipasi objek wisata ini dalam Anugerah Pesona Indonesia 2017, yang menandai pengakuan lebih luas terhadap potensi wisata daerah tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata Sleman, Sudarningsih, menjelaskan bahwa awalnya penarikan retribusi ini direncanakan akan diatur dalam bentuk peraturan daerah (Perda). Namun, dengan terpilihnya Tebing Breksi sebagai salah satu destinasi dalam penghargaan Anugerah Pesona Indonesia, pemkab memutuskan untuk mempercepat proses penyusunan peraturan bupati (perbup) terkait retribusi. “Niatnya gitu, tapi karena Breksi masuk penghargaan Pesona Indonesia, maka disegerakan dengan nyusun perbup [peraturan bupati] untuk retribusinya,” ungkapnya di Pemkab Sleman pada Selasa (24/10).
Tebing Breksi, yang terletak di daerah Prambanan, menjadi sorotan karena keberhasilannya meraih posisi pertama dalam voting Anugerah Pesona Indonesia 2017, mengungguli berbagai destinasi populer lainnya. Dengan jumlah kunjungan wisata yang sangat signifikan, mencapai hingga 60.000 orang per pekan, bahkan 10.000 orang dalam satu hari, keberadaan regulasi ini menjadi sangat mendesak.
Sejauh ini, pemungutan retribusi di kawasan ini hanya terbatas pada biaya parkir yang diatur oleh Dinas Perhubungan Sleman. Sementara untuk akses masuk ke kawasan, masih bersifat sukarela tanpa adanya tarif minimum yang jelas. Meskipun Pemkab Sleman sudah memiliki Perda Retribusi Objek Wisata, hal ini hanya berlaku untuk objek wisata yang dikelola pemerintah, sedangkan objek wisata yang dikelola oleh warga belum memiliki payung hukum yang jelas. Dengan semakin banyaknya objek wisata yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat, adanya regulasi menjadi sangat penting untuk mencegah masalah di kemudian hari.
Pengelola Taman Wisata Tebing Breksi, Kholiq Widiyanto, mengungkapkan harapannya agar regulasi retribusi yang baru diimplementasikan juga diikuti dengan perbaikan sarana dan prasarana. Ia menekankan bahwa fasilitas yang ada saat ini belum maksimal dan perlu ditingkatkan agar kenyamanan pengunjung dapat terpenuhi. “Salah satu yang masih harus dibenahi ialah fasilitas umum dan akses jalan menuju ke Breksi. Kalau kemarau berdebu, sedangkan kalau musim hujan jalan rentan licin,” jelasnya.
Tebing Breksi menawarkan panorama alam yang menakjubkan dan berbagai aktivitas wisata yang menarik. Masyarakat lokal telah berupaya mengelola kawasan ini secara mandiri, namun tanpa dukungan regulasi yang kuat, pengelolaan ini berpotensi mengalami kendala. Dengan adanya peraturan yang jelas, diharapkan pengelolaan bisa lebih terarah dan mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat setempat.
Pengelolaan objek wisata oleh pemerintah juga akan memberikan jaminan lebih bagi pengunjung, baik dari segi keamanan maupun kenyamanan. Dengan penarikan retribusi yang resmi, diharapkan akan ada alokasi dana yang cukup untuk meningkatkan fasilitas dan infrastruktur yang ada. Ini akan membuat Tebing Breksi tidak hanya menjadi tujuan wisata yang populer, tetapi juga menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi berulang kali.
Namun, penting untuk diingat bahwa implementasi regulasi ini harus disertai dengan komunikasi yang baik antara pemerintah, pengelola objek wisata, dan masyarakat. Edukasi tentang pentingnya retribusi dan bagaimana dana tersebut akan digunakan untuk perbaikan fasilitas juga harus menjadi bagian dari rencana. Dengan demikian, masyarakat akan lebih memahami dan mendukung kebijakan ini.
Di sisi lain, masyarakat juga perlu diberdayakan untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan kawasan wisata. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan tidak hanya akan menciptakan rasa memiliki, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada pengunjung. Hal ini menjadi kunci dalam menciptakan pengalaman wisata yang tidak terlupakan.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan Tebing Breksi bisa terus berkembang sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia. Dengan pengelolaan yang baik dan dukungan dari semua pihak, bukan tidak mungkin kawasan ini akan menjadi salah satu ikon pariwisata Sleman dan Yogyakarta yang mampu menarik wisatawan, baik lokal maupun internasional, untuk datang dan menikmati keindahan alam serta kekayaan budaya yang ada.
Dengan demikian, pengelolaan retribusi di Tebing Breksi bukan hanya sekadar penarikan biaya, tetapi juga bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas pariwisata di daerah tersebut. Dalam jangka panjang, semua upaya ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal serta kesejahteraan masyarakat sekitar.