RujukanDesa.com- Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Yandri Susanto, tengah merancang sebuah peraturan baru yang mengatur pemanfaatan dana desa untuk memperkuat ketahanan pangan di seluruh Indonesia. Dalam usulannya, Yandri mengusulkan agar minimal 20 persen dari total dana desa dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) secara profesional, dengan fokus utama pada pencapaian swasembada pangan di masing-masing desa. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui pemberdayaan ekonomi lokal yang berkelanjutan.
“Selama ini, Permendes Nomor 13 Tahun 2023 hanya menyebutkan alokasi maksimal 20 persen dana desa untuk pengelolaan oleh BUMDes. Namun, kami berencana untuk mengubahnya menjadi minimal 20 persen, khususnya untuk ketahanan pangan,” ujar Yandri dalam kunjungannya ke Desa Tepian Langsat, Kutai Timur, Kalimantan Timur, pada Jumat (6/12/2024). Ia menambahkan, pengelolaan dana desa untuk ketahanan pangan ini diharapkan dapat lebih terarah dan optimal, dengan memperhatikan karakteristik dan potensi lokal masing-masing desa.
Peraturan Menteri Desa terkait alokasi dana desa ini saat ini sedang dibahas secara intensif oleh berbagai kementerian terkait, termasuk Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, serta Kementerian Keuangan. Rencananya, peraturan ini akan segera direalisasikan pada Januari 2025. Yandri berharap aturan ini dapat memberikan dampak signifikan bagi penguatan sektor pertanian dan ketahanan pangan di desa-desa, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Dalam kerangka besar tersebut, Yandri menekankan pentingnya agar setiap desa dapat memanfaatkan dana desa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lokal mereka. Misalnya, desa yang memiliki potensi pertanian tomat, padi, atau bahkan ikan mujair, dapat mengalokasikan dana desa untuk mengembangkan sektor-sektor tersebut sesuai dengan karakteristik alam dan budaya mereka. Dengan pendekatan yang lebih terfokus ini, diharapkan setiap desa bisa mencapai swasembada pangan yang relevan dengan kondisi lokal mereka.
Yandri juga mengungkapkan bahwa dana desa tidak hanya akan diberikan kepada masyarakat secara langsung, tetapi akan dikelola secara profesional oleh BUMDes. Ia menegaskan, dengan dikelolanya dana oleh BUMDes, pengelolaan dana akan lebih transparan, terstruktur, dan akuntabel. BUMDes yang memiliki manajemen yang jelas—dengan direktur, bagian keuangan, dan unit usaha yang terorganisir—akan mampu memberikan pertanggungjawaban keuangan yang jelas. Hal ini tentunya akan memastikan bahwa dana desa digunakan dengan efisien dan efektif untuk memajukan sektor ketahanan pangan.
Selain itu, Yandri menambahkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan dana desa ini tidak hanya akan digunakan untuk sektor pertanian, tetapi juga untuk kepentingan sosial masyarakat. Keuntungan yang dihasilkan dapat digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, menyediakan beasiswa pendidikan, membantu keluarga miskin, dan bahkan mengatasi masalah stunting di desa-desa. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Dengan adanya peraturan baru ini, Yandri berharap desa-desa di seluruh Indonesia akan lebih mandiri dalam mengelola sumber daya alam mereka dan mengembangkan potensi ekonomi lokal. Melalui pengelolaan dana desa yang lebih profesional dan terfokus pada ketahanan pangan, diharapkan Indonesia dapat mencapai swasembada pangan yang lebih baik dan menciptakan desa-desa yang lebih sejahtera serta berkelanjutan.