RujukanDesa.com- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) memiliki ambisi besar untuk mencapai swasembada pangan, dengan fokus pada pemanfaatan potensi besar yang dimiliki daerah ini, seperti sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Tidak ingin bergantung pada impor, Pemprov Jabar berkomitmen untuk memaksimalkan hasil pangan lokal yang berkualitas, dengan tujuan tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani.
Anggota Komisi 2 DPRD Provinsi Jawa Barat, Arief Maoshul Affandy, mengatakan bahwa ia terus mendorong percepatan program swasembada pangan di Jabar, yang merupakan provinsi terluas kedua di Pulau Jawa. Arief mengungkapkan bahwa ia mengawal berbagai program yang dirancang oleh Kementerian Pertanian (Kementan), termasuk ekstensifikasi dan intensifikasi untuk meningkatkan produksi padi nasional. Selain itu, beberapa inisiatif lain yang tengah dilaksanakan adalah pencetakan sawah baru, optimalisasi lahan pertanian, dan pemberdayaan petani melalui teknologi modern.
Menurut Arief, program-program ini memberikan angin segar bagi sektor pertanian dan peternakan di Jabar. Ia berharap melalui berbagai langkah strategis ini, para petani dapat meningkatkan produktivitas dan hasil pertanian mereka. “Kami berharap dengan adanya program ini, tidak akan ada lagi kelangkaan beras, tidak ada lagi ketergantungan pada impor, dan semua kebutuhan pangan masyarakat bisa dipenuhi dari dalam negeri. Dengan kualitas hasil tani yang lebih baik dan produktivitas petani yang meningkat, itulah yang dimaksud dengan swasembada pangan sesungguhnya,” ungkap Arief.
Salah satu langkah penting yang menjadi fokus Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar adalah mencari alternatif pangan selain nasi. Hal ini didorong oleh data DKPP Jabar yang menunjukkan bahwa provinsi ini kaya akan hasil pertanian yang sehat dan bergizi, seperti sorgum yang banyak ditanam di daerah panas seperti Majalengka, Ciamis, Pangandaran, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Selain itu, ada juga jali (hanjeli) dari Sukabumi, ubi Cilembu dari Sumedang, dan aneka umbi-umbian lainnya yang memiliki potensi besar sebagai pengganti nasi. Arief berharap masyarakat Jabar semakin mengenal produk-produk pangan lokal ini, dan semakin banyak pegiat usaha pangan lokal yang bermunculan, sehingga ketergantungan terhadap makanan luar dapat diminimalisir.
Lebih lanjut, Arief juga menyampaikan pengamatannya berdasarkan hasil reses di masyarakat. Banyak keluhan dari petani terkait kesulitan dalam mendapatkan pupuk yang langka dan mahal. “Dalam temuan reses, banyak petani yang berbincang tentang kesulitan mendapatkan pupuk, dan adanya program pemerintah terkait kartu tani yang membatasi distribusi pupuk. Selain itu, masih ada petani yang tidak mempelajari cara tanam dan pemilihan bibit yang baik, sehingga hasil pertanian mereka tidak optimal,” ujar Arief.
Sebagai anggota Komisi 2 DPRD Jabar, Arief terus mendorong pemerintah daerah untuk mencari solusi terkait masalah pupuk dan distribusinya. Ia berharap, dengan perhatian dari pemerintah pusat, seperti yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto terkait ketahanan pangan, program swasembada pangan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan tepat. “Program swasembada pangan yang sedang digulirkan ini harus dapat membawa perubahan nyata bagi para petani, dengan memberikan perhatian khusus pada kebutuhan pupuk yang masih sulit didapatkan,” tambahnya.
Arief juga menekankan pentingnya keberlanjutan program-program pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani di Jawa Barat. Ia berharap agar ke depan, tidak ada lagi kejadian petani atau masyarakat yang mogok bekerja hanya karena kesulitan dalam mendapatkan pupuk. “Pupuk adalah kebutuhan pokok para petani. Jika ketersediaannya terjamin, maka mereka dapat bekerja dengan lebih baik dan hasil pertanian yang diperoleh pun akan lebih maksimal,” tutup Arief.
Dengan program swasembada pangan ini, Pemprov Jabar bertekad untuk tidak hanya memastikan ketahanan pangan di tingkat provinsi, tetapi juga mendorong perkembangan sektor pertanian yang berkelanjutan, berbasis teknologi, dan mengoptimalkan potensi pangan lokal yang ada.