RujukanDesa.com- BPBD melaporkan sebanyak 4 desa terisolir imbas fenomena tanah bergerak atau likuifaksi yang terjadi di Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat (Sulbar). Jalan utama 4 desa tersebut masih tertutup material lumpur dan ekskavator yang tertimbun.
Dalam laporan terbaru, sebanyak empat desa di Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, mengalami isolasi akibat fenomena tanah bergerak atau likuifaksi. Jalan utama di desa-desa tersebut tertutup lumpur dan telah menimbun satu ekskavator.
Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mamuju Tengah, Syawaluddin, menyampaikan bahwa desa-desa yang terisolir ini terdiri dari Desa Sejati, Desa Leling Utara, Desa Leling Induk, dan Desa Leling Barat. Menurutnya, banyak warga di tiga desa di Kecamatan Tommo sebelumnya menggunakan jalan yang kini terkena likuifaksi.
Pada tanggal 21 Oktober 2024, jembatan desa tersapu oleh banjir, sehingga mengganggu akses ke Tommo Mamuju, dan menyebabkan isolasi. Meskipun ada jalan alternatif, aksesnya sangat sulit dan hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua.
Syawaluddin menjelaskan bahwa para pejabat dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan Pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah telah meninjau lokasi tanah bergerak. Mereka sepakat untuk segera memperbaiki dan membuka kembali jalan yang menghubungkan Desa Sejati dan Kecamatan Tommo.
Petugas juga melaporkan bahwa ekskavator yang tertimbun belum dapat dievakuasi hingga saat ini. Beruntungnya, tidak ada laporan tentang korban jiwa atau luka-luka akibat kejadian ini, meskipun terjadi kerusakan pada jalan dan alat berat yang tertimbun.
Sebelum insiden ini, pada 2 November 2024, fenomena likuifaksi menyebabkan satu unit ekskavator terjebak di jalan yang amblas akibat peningkatan jalan desa. Kejadian ini berlangsung di Jalan Desa Saloadak, Kecamatan Tobadak, sekitar pukul 15.30 Wita. Pihak perusahaan yang mengerjakan peningkatan jalan desa tiba-tiba menghadapi pergeseran tanah.
Kepala Pelaksana BPBD Mamuju Tengah, Sigit Dwi Hastono, menyebutkan bahwa lokasi kejadian terletak di area perkebunan sawit dan lahan gambut. Daerah tersebut diketahui sering dilanda banjir, terutama saat musim hujan, yang menyebabkan kondisi tanah semakin rentan.
“Fenomena ini tampaknya diakibatkan oleh beberapa kali banjir yang telah menggenangi kawasan Rawamakmur dan Saloada, yang merupakan lokasi transmigrasi,” ujar Sigit Dwi Hastono. Dia menekankan pentingnya perhatian khusus terhadap kondisi tersebut untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Sebuah peristiwa tanah bergerak terjadi di Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Fenomena ini dikenal sebagai likuifaksi, di mana tanah yang terkompresi menjadi cair dan mengakibatkan pergeseran tanah yang signifikan. Kejadian ini terjadi pada hari Sabtu, tanggal 02 November 2024, sekitar pukul 15.30 Wita di Jalan Desa Saloadak, Kecamatan Tobadak.
Ketika fenomena ini berlangsung, warga setempat merekam kejadian menggunakan kamera ponsel. Video yang beredar menunjukkan tanah bergerak dengan cepat, sementara warga berteriak panik menyaksikan ekskavator yang terjebak dalam lumpur yang rolling tersebut.
Dari laporan di lokasi, terlihat sejumlah kendaraan seperti truk, minibus, dan sepeda motor tidak dapat melintasi daerah tersebut karena jalan terputus akibat tanah yang amblas. Seorang warga bahkan terdengar dalam video mengatakan, “Nda bisa mi lewat,” menunjukkan betapa parahnya kerusakan jalan.
Kepala Pusat Data dan Informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mamuju Tengah, Rezky Ilhamsyah, mengonfirmasi bahwa jalan di Desa Saloadak mengalami kerusakan parah akibat peristiwa ini. Menurutnya, simulasi jalan sepanjang 200 meter dengan lebar sekitar 5 meter tersebut tidak dapat dilalui kendaraan apapun karena amblasnya tanah yang cukup berat.
Dampak dari insiden ini sangat serius. Salah satu alat berat, yakni ekskavator, mengalami kerusakan parah setelah tertimbun material jalan. Beruntung, operator ekskavator dapat diselamatkan dari situasi berbahaya tersebut.
Rezky menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada laporan mengenai korban di antara warga. Untuk itu, pihak kepolisian telah diterjunkan ke lokasi untuk memonitor situasi dan melakukan koordinasi dengan pihak perusahaan yang mengelola jalan tersebut.
Peristiwa likuifaksi ini mengingatkan kita akan pentingnya pengawasan dan penanganan risiko bencana di daerah rawan, terutama dalam kondisi cuaca ekstrem atau peningkatan aktivitas tanah yang sering terjadi di daerah tersebut.
Masyarakat berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak dan memberikan dukungan psikologis bagi warga yang terdampak. Bencana ini menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi risiko bencana di wilayah rawan.
Pihak berwenang mengimbau warga untuk tetap waspada dan mengikuti arahan yang diberikan guna menjaga keselamatan bersama.